Malang, 20 November 2011
Saya mengenal Camilla Vallejo
dari sebuah diskusi di ruang sempit laboratorium kebijakan Publik di kampus
saya. Seorang teman, yang biasa kita sapa Phay, memperkenalkan saya kepada
sosok Camila yang revolusioner. Kemudian
saya meng-googling-nya. Di umurnya ya masih sangat mudah, 23 tahun. Dia telah
memimpin pejuangan.
Saya sangat salut dan respect dengan perjuangan Camilla
Vallejo. Tapi yang saya lebih respect adalah keberadaan orang-orang yang mau
berbuat untuk perubahan walau itu kecil,
seperti seseorang yang rela menolong sesame tanpa di bayar sepeserpun. Bahkan mengorbankan
gajinya sendiri. Bisa nggak saya berbuat
seperti itu?
Mungkin ini akibat dari rasa
frustasi dari kegagalan saya, ketakberdayaan saya, dalam suatu organisasi yang pernah
saya ikuti. Cita-cita yang terlalu
besar, mempelajari banyak hal ternyata tak bisa saya dapatkan, dan saya juga
tak mampu memberikan apa-apa. Bukan salah siapa? Salah saya sendiri.
Memutusakan untuk menyudahinya.
Menjadi mahasiswa kebanyakan. Saya pikir tiga tahun adalah waktu cukup lama
untuk bermain-main dengan organisasi, memainkan emosi, walaupun itu sebenarnya
tidak cukup. Tapi kalau memang stagnan dan sulit untuk berubah, apa yang mesti
dipertahankan. I try to quit and wanna
try another new thing.
Mending saya ikutan
diskusi-diskusi di luar saja, dari pada berada di rumah siput (dulu) semoga
sekarang tidak lagi. Apa yang mau saya
cari di luar ketika forum diskusi sudah banyak yang tutup? Itu yang yang selelu
menjadi pertanyaan yang membayang di benak saya. Sebentar lagi, saya akan lulus
jadi sarjana, permintaan keluarga empat tahun sudah harus lulus. Sedangkan
bekal pengetahun saya untuk menjadi seorang sarjana pun tak cukup.
Ikut Nganty Wani, ternyata
passion saya juga kurang kuat, saya takut untuk berjalan sendirian setelah
turun dari angkot. Mencoba mengajak beberapa teman dan tidak berhasil. Kalau
dulu mungkin saya masih usahakan, tapi
sekarang saya memutuskan untk berhenti. Karena saya sudah menemukan ruang
diskusi di kampus sebagai penggantinya. Walaupun Nganti Wani waktunya lebih
lama, lebih banyak hal yang bisa didiskusikan, tapi lumayanlah dari pada
bengong di kosan, bergossip dan nonton drama korea (saya tidak bilang drama
korea buruk, karena banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran di sana). I really
thanks pada dosen yang menyediakan sedikit waktu dari waktu-waktunya yang padat
untuk berdiskusi, memberikan vitamin kepada mahasiswa-mahasisiwa kurang vitamin
seperi saya. Kemudian saya memikirkan kembali
apa yang saya inginkan dalam hidup ini.
Kagagalan mempelajari berbagai
hal, termasuk mungkin kurangnya passion
dari sendiri. Membuat saya kembali me-rethink
apa yang bias saya lakukan untuk negeri ini even
a lil thing? Sebagai Mahasiswa, mungkin (memang iya) saya tak banyak bisa berbuat,
termasuk dari jalur jurnalistik yang
pernah saya pilih, yang awal mula ku pikir bakal bisa berbuat banyak.
Sekarang yang saya pikirkan
adalah apa hal kecil yang bisa saya perbuat untuk negeri ini? Cita-cita saya
adalah menidirikan perpustkaan yang bisa di akses semua orang, terutama
anak-anak di daerah saya. Karena saya pikir, untuk memajukan suatu bangsa maka
budaya membaca harus ditanamkan sejak kecil, agar ia bisa menjadi hobi. Kalau
membaca sudah menjadi hobi ia sedikit bisa meredam ke adiktifan pada permainan modern. Waktu kecil saya suka membaca,
tapi medianya kurang, karena saya tinggal di Desa. bagaimana meningkatkan kesadaran membaca
karena dengan membaca kita akan lebih memahami apa yang terjadi?
Rasa frustasi dan kecewa juga
membayangi saya kepada orang yan berjuang dan berkoar-koar tapi tenyata malah
terjerumus ke dalam banyangan gelap dari apa yang diperjuangkanhya. Saya
frustasi kepada orang-orang yang pada tahun 1998 dan tahun-tahun perjuangan sebelumnya, menjadi
seorang revoulusioner, tapi ketika ia ada dalam pemerintahan, berkuasa, malah
ikut merampas hak rakyat untuk menambah pundi-pundinya pribadi maupun
golongannya.
Mungkin, sebenarnya judul yang lebih tepat adalah " Camilla V. dan Saya" Camilla yang pejuang sedangkan saya yang "pengecut"
Mungkin, sebenarnya judul yang lebih tepat adalah " Camilla V. dan Saya" Camilla yang pejuang sedangkan saya yang "pengecut"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar